Bau Keringat Basah
Hari ini aku melihat lelaki tua yang sibuk mengelap dahinya. Bau semerbak pun aku cium dari dekatnya. Aku tak bisa mengedarkan pandangan ke yang lain. Terlalu sibuk memandang lelaki tua itu. Ia seperti tak asing bagiku, terus kupandang lelaki tua itu sampai-sampai waktu yang membangunkan lamunanku.
Lelaki tua yang menyeret sepeda usang dengan bekas tembelan ban hampir di seluruh permukaan. Tak bosan ia meneriakkan 'roti roti' kepada setiap orang yang dilaluinya. Aku terus-terusan memandangi wajah kelelahan itu. Tak pernah terlewat semenitpun ia tak mengusap dahinya. Tuhan benar-benar kejam hari ini. Ia menyuruh dewa untuk menyinari siang ini terlalu terang. Aku yang diam sembari membuka payung saja rasanya seperti buliran air membasahiku. Apalagi lelaki tua itu yang bahkan hanya mengenakan kaos oblong tipis sederhana yang kutebak ia mencucinya tiap hari hingga setipis itu.
Ada anak kecil lewat dengan menggandeng anak kecil lainnya berbicara kepada lelaki tua itu. Kutebak ia sedang ingin membeli dagangan lelaki tua itu. Oh tidak, kenapa lelaki tua itu hanya tersenyum dan bahkan memberi mereka roti dengan percuma? Bagaimana ia tetap bisa memberi padahal ia sedang kekurangan? Apa yang sebenarnya dipikirkan lelaki tua itu? Ingin kumaki lelaki tua itu. Ingin kusadarkan lelaki tua itu agar ia kembali kepada jalan yang benar.
Komentar
Posting Komentar